22 Oktober 2008

Empat Fakta Screensaver Buang-Buang Energi

Screensaver yang dikenal dapat mencegah kerusakan fosfor pada layar komputer, ternyata memiliki sisi buruk. Agen perlindungan lingkungan (EPA) Amerika Serikat mengidentifikasi sebagai aplikasi yang boros energi. Berikut fakta-faktanya:

1. EPA melukiskan, kemajuan teknologi grafis menyebabkan tayangan screensaver sarat animasi. Alhasil penggunaan listriknya pun seboros layar komputer yang sedang aktif.
2. JIka penggunaan screensaver dihentikan secara massal, diperkirakan konsumsi energi yang bisa dihemat mencapat 60%-70% dari seluruh total pemakaian.
3. EPA menimbang jika Amerika Serikat merespons kebiasaan baru ini, energi yang dihemat cukup untuk memberi penerangan di tiga negara bagian, yaitu Vermont, New Hampshire, dan Maine selama satu tahun. Pasalnya dibalik penghematan tadi, tagiha listrik yang bisa dipangkas mencapat US$2 miliar yang setara dengan menghapus emisi karbondioksida dari 5 juta mobil.
4. Screensaver hanya benar-benar hemat jika diiringi tindakan nyata. Mulai dari mematikan layar komputer saat tidak digunakan hingga pilihan menggunakan alat otomatis yang bisa mengatur mekanisme mati-hidup komputer dengan sistem waktu.

Nah, sudah saatnya ketidaksabaran kolektif tentang screensaver diubah. Jangan lagi salah kaprah bahwa monitor yang menyala sepanjang malam justru lebih efisien daripada dimatikan. Sebaliknya mematikan layar akan mengurangi lebih banyak energi, tekanan mekanis, dan memperpanjang umur komputer kesayangan anda.
Maaf saja bagi para kolektor screensaver beranimasi. Ini sudah zamannya konsumen hijau, dan pilihan untuk mematikan screensaver jadi kekuatan simbol dari gerakan ramah lingkungan.

ditulis ulang dari harian nasional terbit hari ini.

16 Oktober 2008

Bungakah Akar Krisis Keuangan Global??

Akhir-akhir ini berita ekonomi yang banyak menghiasi koran-koran nasional terpusat pada krisis keuangan yang terjadi di banyak negara. Bahkan berita hari ini menyebutkan AS telah memasuki era resesi ekonomi mengingat defisit anggaran pemerintahan AS tahun ini merupakan yang tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Sejatinya krisis keuangan yang terjadi saat ini telah dimulai dari awal 2007 melalui krisis subrime mortgage di industri keuangan AS. Dampak krisis yang terjadi di AS tidak hanya dirasakan oleh AS sendiri tapi di banyak institusi di banyak negara.

Yang jadi pertanyaan apakah subprime mortgage benar-benar sebagai penyebab dari krisis saat ini ataukah sebagai tombol pemicu dari serangkaian permasalahan yang telah terjadi sebelumnya. Saya pribadi, melihat akar masalah penyebab krisis keuangan saat ini jauh lebih dalam dari sebuah kegagalan bayar (default) yang massive yang terjadi pada subprime mortgage. Saya melihat bunga sebagai instrumen utama dalam sistem keuangan mayoritas negara di dunia yang menyebabkan terjadinya krisis keuangan sebagai penyebabnya, dan krisis-krisis berikutnya terus akan bermunculan selama instrumen bunga digunakan dalam sistem keuangan suatu negara. Keumumannya semakin tinggi tingkat suka bunga acuan yang ditetapka suatu negara semakin besar kemungkinan terjadinya dan berulangnya krisis di negara tersebut.

Pertanyaan berikutnya, mengapa bunga??? ada apa dengan bunga??
Bunga dalam sistem keuangan tidaklah seindah bunga yang dapat kita temui di taman ataupun segemerlap make up selebritas bunga dalam kancah entertainment ibu kota. Banyak jawaban yang dapat diajukan sebagai argumen namun saya hanya menyampaikan beberapa dan sebatas pengetahuan yang saya miliki.

Secara sederhana penggunaan bunga menyebabkan adanya tabir pemisah antara sektor riil dan sektor keuangan. Ketika nilai riil suatu aset misalnya 1000 maka dalam sektor keuangan nilainya akan menjadi 1100 (dengan suku bunga acuan 10%). Penambahan nilai 10% inilah yang menjadi biang keladi karena tidak mempunyai aset riil, dan secara akumulatif berpotensi menimbulkan goncangan-goncangan ekonomi yang berbahaya.
Contoh lainnya dalam proses kredit untuk usaha, seorang peminjam akan terus dikenakan kewajiban bunga tidak peduli apakah usahanya sedang menguntungkan ataupun dalam kerugian. Dapat dibayangkan ketika dalam kondisi merugi (turun) dimana tidak terjadi penambahan aset dalam kehidupan nyata dan dalam keuangan tetap harus bertambah.

Dua contoh di atas, dapat menggambarkan bahwa sistem bunga menyebabkan ketidakseimbangan dan sewaktu-waktu ketika dalam titik jenuh akan mencari keseimbangan baru dalam manefastasi beragam krisis keuangan dan bahkan merembet hingga krisis politik, moral, dst.